Powered By Blogger

Sabtu, 05 Maret 2011

Menggapai Berkah Allah

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. 7:96)


Menyebut kalimat mudah-mudahan kita mendapat `berkah` atau `dilimpahkan keberkahan`dari Allah SWT, adalah sangat mudah. Sering kita mendengar dan mengucapkan kalimat itu, tetapi apakah semudah itu pula kita berprilaku sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan agama untuk dapat menggapai keberkahan dari Allah. Lalu bagaimana berkah dalam hidup itu bisa kita capai? Allah sudah menjamin pada ayat diatas untuk memperoleh keberkahan itu seorang hamba itu harus beriman dan bertaqwa pada Allah SWT. Setiap orang yang bertaqwa itu sudah pasti beriman, tetapi belum tentu setiap orang yang beriman bertaqwa. Apa pengertian taqwa, banyak pendapat ulama tentang makna taqwa diantaranya:
Imam An-Nawawi mendenifisikan taqwa degan mentaati semua perintah Allah dan meninggalkan seluruh laranganNya. Maksud menjaga diri dari kemurkaan dan adzab Allah Subhanahu wa Taa`la

"Taqwa" menurut para ulama adalah `engkau melaksanakan ketaatan kepada Allah subhanahu wata`aala berdasarka ilmu dari Allah subhanahu wata`aala, semata-mata mengharap pahalaNya; dan engkau tidak bermaksiat kepadaNya karena engkau takut terhadap adzabNya
Ubaiya bin Kaab sewaktu ditanya oleh Umar bin Khatab, apa yang dimaksud taqwa,dia menyatakan/menerangkan bahwa taqwa itu diibaratkan bagaikan seorang yang sedang berjalan ditengahnya banyak onak dan duri, maka tentu untuk selamat dari duri tersebut harus hati-hati dalam perjalanannya. Maksudnya orang yang bertaqwa iu harus hati hati, bersungguh-sungguh dalam melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan laranganya, menghindari sekecil apapun perbuatan yang dilarang Allah dan melaksanakan perintah dengan penuh keimanan dan kecintaan kepada Allah SWT. Melaksanakan kebaikan sesuai anjuran Rasull, walau sekecil apapun seperti nencampakkan duri dari jalan.

Kehati-hatian itulah kata kunci untuk menjadi orang bertaqwa, orang yang hati-hati orang yang selalu ingat, dalam kontexs ini, orang yang selalu ingat pada peintah Allah dan sealu ingat akan larangannya,sehingga dia senantiasa melakukan sesuatu itu untuk mencari ridha Allah dan meninggalkan sesuatu perbuatan tersebab takut pada Allah SWT, dimana saja, kapan saja, dalam kondisi apapun dan situasi bagaimanapun dia senantiasa orientasinya pada Allah SWT, banyak kisah-kisah yang sudah kita ketahui untuk dapat dapat kita tauladani dalam hal ini, seperti :


Kisah 1
Umar bin Abdul Aziz, ketika beliau sedang mengerjakan tugas negara malam hari di rumahnya, tiba-tiba anaknya mengetuk pintu kamar. Kemudian beliau membuka pintu dan lampu di kamar tersebut dimatikannya. Si anak lalu bertanya, "Kenapa lampu engkau matikan , ya Abi?" lalu beliau menjawab, "Karena minyak pada lampu ini milik negara,tidak layak kita membicarakan urusan keluarga dengan menggunakan vasilitas negara", begitulah Umar, sangat hati-hatinya karena mengharapkan hidupnya mendapat ridha dan berkah dari Allah swt.


Kisah 2.
Khalifah Umar bin Khathab dari Madinah ke Mekah. Di tengah jalan mereka berjumpa dengan seorang anak gembala yang tampak sibuk mengurus kambing-kambingnya. Seketika itu muncul keinginan Khalifah untuk menguji kejujuran si gembala. Kata Khalifah Umar, "Wahai gembala, juallah kepadaku seekor kambingmu." "Aku hanya seorang budak, tidak berhak menjualnya," jawab si gembala. "Katakan saja nanti kepada tuanmu, satu ekor kambingmu dimakan serigala," lanjut Khalifah. Kemudian si gembala menjawab dengan sebuah pertanyaan, "Lalu, di mana Allah?"
Khalifah Umar tertegun karena jawaban itu. Sambil meneteskan air mata ia pun berkata, "Kalimat `di mana Allah` itu telah memerdekakan kamu di dunia ini, semoga dengan kalimat ini pula akan memerdekakan kamu di akhirat kelak." Kisah di atas merupakan gambaran pribadi yang jujur, menjalankan kewajiban dengan disiplin yang kuat, tidak akan melakukan kebohongan walau diiming-imingi dengan keuntungan materi. ,


Kisah 3
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah bersabda, "Seorang laki-laki membeli sebidang tanah dari laki-laki lain. Laki-laki pembeli tanah itu menemukan gentong berisi emas di tanah tersebut. Pembeli berkata kepada penjual, "Ambillah emasmu dariku. Aku hanya membeli tanah darimu dan tidak membeli emasmu."
Pemilik tanah sekaligus penjual menjawab, "Aku menjual tanah dengan apa yang ada padanya kepadamu." Lalu keduanya berhakim kepada seorang laki-laki. Hakim tersebut bertanya, "Apakah kalian berdua mempunyai anak?" Salah satu menjawab, "Aku mempunyai anak laki-laki." Yang lain menjawab, "Aku mempunyai anak perempuan." Pengadil berkata, "Nikahkan anak laki-lakimu dengan anak perempuannya. Infakkan kepada keduanya dari harta itu dan bersedekahlah."

Kita sudah sering membaca, mendengar kisah-kisah diatas, tetapi sejauh mana kita mencontoh dan mengimplementasikannya dalam hidup bekelurga, bekerja di kantor,dalam bermasyarakat.Ingat dalam era modernisasi dan globalisasi ini, banyak godaan yang melemahkan iman,banyak tantangan untuk menyampaikan yang benar, banyak tuntutan dan rayuan untuk memenuhi materi dalam hedonisme kehdupan yang serba ada. Jika kita tidak hati-hati dalam mengahadapi semuanya itu,akan mejauhkan kita dari nilai-nila taqwa
tersebut.Kalau prilaku seseorang jauh dari nilai-nilai taqwa tentu keberkahan yang diberikan Allah akan jauh pula.

Untuk mencapai kualitas kepribadian seorang hamba seperti dalam kisah-kisah diatas, adalah dengan sering melakukan ibadah puasa, jika ibadah puasa itu betul-betul diamalkan hanya untuk memperoleh ridho Allah,dan dilaksanakan sesuai tuntunan sunnah nabi,dan banyak melakukan amal ibadah lainnya, Allah menjamin seorang hamba itu akan mendapat derjat
taqwa.Bukankah esensi pelaksanaan ibadah puasa itu membentuk peribadi yang jujur, ingat selalu kepada Allah, menghilangkan noda dosa dan dapat mengantisipasi untuk tidak berbuat dosa lagi.

Kembali kepada inti tulisan ini, maka orang orang yang bertaqwa akan diberi keberkahan oleh Allah dalam segala hal kepada nikmat yang dilimpahkannya,baik nikmat rezki, nikmat berkeluarga, anak-anaknya patuh dan taat,isterinya setia, nikmat ketenangan jiwa, tidak resah dan gelisah, dan nikmat-nikamat lainnya yang Allah jamin mendapatkan keberkahannya. Jika suatu penduduk suatu negeri bertaqwa kepada Allah, bencana akan menjauh,terhindar dari musibah dan marabahaya
"Dan sekiranya penduduk negri beriman dan bertaqwa, pasti kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi." (QS. Al-A`raf :96). Pada ayat lain Allah berfirman :

" Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu ( Ath Tholaq ayat 3 )

Keberkahan bukan seperti benda atau barang yang bernilai seperti berlian atau emas, tetapi keberkahaan hanya bisa dirasakan dalam jiwa dan hati orang-orang beriman. Misalnya, dalam perkara rezeki seperti harta yang kita terima atau uang, makanan, walaupun ia sedikit tetapi cukup, mengenyangkan dan menyehatkan anggota badan.


Berkah dalam hidup, yang paling penting sehat rohani dan jasmani,kehidupan kita akan menjadi aman bahagia, hati senang, jiwa tenteram dan segala urusan kehidupan dapat dikendalikan dengan mudah dan senang, sekalipun dari segi kebendaan duniawi tidaklah mewah.

Semoga kita senantiasa hati-hati, ingat Allah SWT selalu, dimana saja anda berada, dalam situasi dan kondisi bagaimanapun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar